Saturday, February 23, 2013

Redup


Photo by Kitty Gallanaugh

Tulisan ini, apa pun namanya, diketik ketika aku sedang jatuh ragu. Hatiku tersaruk. Dan tak sengaja terkena ribuan pecah kekecewaan. Kepingnya menancap demikian kuat. Beberapa di antaranya berhasil merobek daging. Secuil kepercayaanku tentangmu ikut terenggut bersama darah yang mengalir. Maaf, aku tak mampu mencegahnya. Aku hanya bisa menambal lukanya dengan sehelai perban. Berharap agar sisa kepercayaanku padamu, masih cukup banyak untuk membuatku menyayangimu sampai esok pagi.

Pernah membayangkan kalau cinta ini cuma kau sendirian yang simpan? Bagaimana jika selama ini aku hanya bersandiwara? Bagaimana jika sejak pertama, kupu-kupu itu tak pernah mampir di perutku? Kau memang mengirimkan mereka padaku namun aku membuangnya. Seluruhnya ke dalam bak sampah di depan rumah. Apakah harga dirimu sebagai laki-laki akan jatuh? Coreng moreng penuh debu setelah hati yang kau titipkan berhasil kurampas dan kuinjak sesukanya?

Belakangan ini kau begitu sering menyenangi hal-hal yang kubenci dan kuanggap murah. Kau tahu aku adalah perempuan yang sulit untuk diyakinkan, bukan? Aku bukan tipikal perempuan yang mudah memaafkan hal-hal kecil yang tak kusuka namun terus-menerus kau lakukan. Aku sungguh berharap kau sadar itu.

Diam-diam aku berkaca dan tertawa. Ah, betapa mudah perasaan ini dibolak-balik. Aku pun tak paham bagaimana rasa kering dan sepi yang dibiasakan ini kemudian menjelma menjadi benci yang mengerikan. Demi Tuhan, aku tak ingin ia ada.

Semesta pun mengerti kau terlalu budiman untuk dimusuhi. Kau adalah sepersekian kecil laki-laki baik yang masih Tuhan simpan untuk surga-Nya.

Aku memang biadab.

*

No comments:

Post a Comment