Friday, May 31, 2013

Ketakutan Yang Lucu

Photo by Nirrimi

Malam ini saya sempat nongkrong bareng dua orang teman baik di salah satu kedai susu di Jogja dan berhasil menghabiskan waktu nyaris 2 jam lebih hanya untuk memperbincangkan tentang masa depan dan segala mimpi yang ia pegang. Berbekal tiga gelas susu dan sepiring sate jamur serta pisang goreng (yang sayangnya sudah tidak hangat lagi) kami pun menguasai lantai dua yang cuma dihuni kami bertiga dengan tawa dan bermacam ocehan. 

Masa depan, untuk mahasiswa tingkat akhir seperti kami, adalah ibarat sebuah gerbang yang entah menuju apa. Siapa yang bisa menyana apakah rencana-rencana tentang pekerjaan, punya rumah, mobil, menikah, suami, dan memiliki tiga orang anak lucu-lucu ini akan berhasil kesampaian di masa depan atau tidak? Tak ada yang tahu. Masa depan adalah jalan yang begitu gelap dan sulit ditebak. Saya tidak suka berada di tempat gelap. Oleh karenanya saya harus mempersiapkan banyak hal untuk bisa nyaman tinggal di sana.

Lalu, di tengah-tengah obrolan kami tentang masa depan ini, timbul lah topik tentang "membina keluarga" dan segala tetek bengeknya. Saya pun kemudian teringat pada ide-ide gila yang sempat saya pikirkan beberapa hari lalu. Entahlah, mungkin karena saya lagi PMS ya, jadi kebawa emosi yang naik turun juga, tapi saya sempat berpikir bahwa menikah adalah pilihan yang begitu menakutkan. 

Salah seorang teman saya pun nyeletuk menanggapi ketakutan saya yang konyol ini. "Tapi bukannya setiap wanita pasti mendambakan ingin punya keluarga sendiri ya? Sesukses apa pun dia di pekerjaan, toh pada akhirnya dia pasti pengen punya anak juga. Bukan wanita sejati lah pokoknya kalau belum pernah melahirkan. Dan tentunya melahirkan dengan cara normal."

Itu komentar teman saya. Dan atas satu serta lain hal, saya setuju dengan pendapat dia tentang "wanita sejati" tadi.

Tapi, kontras dengan segala macam postingan romance dan twit manis saya tentang masa depan, saya sebenarnya agak ngeri dengan pemikiran "tinggal berdua bersama laki-laki asing" -__- Serius. Dan tentang tidur seranjang? Oh, no. Tidak. Saya bahkan merinding membayangkannya. Ih, pasti kan memalukan banget kalau ada orang lain melihatmu cuma pake daster butut waktu mau tidur. Dan kalau tiba-tiba kebangun pas malem, lalu noleh dan ngelihat ada cowok tidur sekasur denganmu, itu kan horor!!! щ( `̩̩̩̩Д´̩̩̩̩щ)

"Kayaknya aku nggak bakal nikah deh. Aku kan orangnya gampang ilfilan. Bosenan. Padahal ya gini-gini aja. Jelek. Nggak harus bosenan juga pasti jarang yang mau."

"Kamu tuh cuma belum nemu yang pas aja sih kalau menurutku. Yakin deh, kalau kamu besok udah nemu orang yang cocok, mau dia ngiler di depanmu juga kamu tetep mau!"

"Rrrr. Nggak yakin deh (¬_¬)."
Saya emang gampang ilfil. Bahkan sama hal-hal yang nggak mutu. Misal; nulisnya nggak sesuai EYD, alay, banyak singkatannya. Gitu aja udah cukup bikin saya dadah babay kok. Serius. Sok cakep, ye? Mari kita buang saja perempuan ini ke laut :|
Jadi selama ini apa maksud deh saya nge-twit gombal begitu? -__- Well, Saya suka hal-hal romantis dan bisa guling-guling gemes kalau lagi nonton drama Korea yang pas adegan cheesy-nya. Saya juga menyenangi pemikiran manis tentang masa depan bersama keluarga, anak, cucu dan lain sebagainya. Tapi setelah sadar bahwa untuk benar-benar menikmati pemikiran manis itu secara nyata maka saya harus tinggal serumah BERDUA saja dengan laki-laki, mmm, saya kok agak... ngeri (.___.)

Teman yang menurut saya sangat independent pun bilang bahwa dia tidak bisa hidup sendirian saja. Ia bisa sangat dependent terhadap laki-laki. Dan dia juga mengakui bahwa hidup sendirian sampai tua itu SANGAT bukan dia. Dia harus membina keluarga. Dan memang seharusnya seperti itu seorang perempuan berpikir.

Lalu saya merasa aneh sendiri -___-

Saya juga sebenarnya bukan wanita yang career oriented sih. Jadi kalau misal nggak nikah, saya mau ngapain? Mikir hidup sebatang kara sampai tua kayak Jane Austen juga ngeri. Tapi masih lebih ngerian tinggal berdua sama cowok sih :| pffft.

Aneh ya? Padahal kalau ngeliat ada cowok yang ngelakuin hal-hal cute buat ceweknya gitu rasanya pengen. Tapi kalau dibayangin beneran malah jadi horor ƪ(‾_‾)ʃ‎  Hih, saya ini makhluk apa sih? Bahkan membayangkan dicium oleh laki-laki yang bukan Bapak saja menurut saya menjijikan. Padahal mungkin teman-teman seumuran saya sudah pernah melakukannya berulang kali (¬_¬) Apakah saya yang terlambat dewasa? (╥_╥)

Kesimpulannya, saya cuma belum nemu orang yang cocok aja kayaknya. Saya butuh DIA yang bisa meyakinkan saya bahwa laki-laki itu sebenarnya tidak mengerikan (HUAHAHA. Pengen ngakak ngetik ini XD). Saya butuh DIA yang walaupun pernah bikin saya ilfil, berulang-ulang sekalipun, tapi nggak pernah bikin saya pengen dadah babay. Reassuring dan nggak ngebosenin. Udah gitu aja :)) Mungkin :p

Apakah saya bisa menemukan makhluk seperti ini? Yah, kita lihat saja. Saya sebenarnya juga nggak yakin sih. LOL. Berhubung sampai 21 tahun saya hidup pun, makhluk semacam ini sama sekali tidak pernah memunculkan diri. 

Hmm. Mungkin ia hanya mitos :')

*
p.s.
Dan mari kita lihat apakah prediksi teman saya yang bilang bahwa saya bakal jadi salah satu yang nikah duluan itu benar. Well, kalau kata saya sih itu salah besar -__- Mengingat saya ini orangnya nggak gampang disenengin, sulit dimengerti dan standarnya ketinggian (untuk ukuran seseorang yang nggak ngaca dirinya sendiri itu gimana, standar saya emang ketinggian. Banget. Pffft).

"Capricorn woman is perfect for someone who likes a challenge. Nothing comes easy. And they can seem to be the most untouchable female of the zodiac." Ini bener banget. Mungkin karena ini juga status saya jadi anteng aja. Nggak pernah berubah-ubah sejak orok. 

*nangis*

Wednesday, May 29, 2013

Begin Again

Photo by Nishe


May 28, 2013.

Perempuan itu berjalan pulang dalam keadaan lelah. Bajunya kusut dan matanya setengah mengantuk. Usai melambaikan tangan seadanya kepada seorang teman yang telah sudi mengantarnya pulang, perempuan itu membuka pintu dan menguncinya tanpa suara.

Malam itu dingin dan ia ingin mandi. Ia sempat terdiam tiga-empat menit untuk memutuskan apakah keramas di jam yang sebegini larut adalah pilihan yang tepat. Namun ia lelah. Lelah sekali. Ia ingin tidur cepat dan pulas. Dan kepala yang dingin dan bersih adalah opsi yang begitu menggiurkan. Maka ia putuskan untuk tetap keramas saja. Sedingin apa pun air di bak mandi kosannya.

Sambil mengeringkan rambutnya yang basah dengan handuk merah, perempuan itu mendongak dan mendapati langit ternyata tak berbulan. Ia telah lama tidak berharap akan ada bintang yang mengintip satu dua. Bintang dan kota yang sibuk, adalah ibarat mata air di tengah ladang minyak. Mustahil dan menyedihkan. Tetiba, perempuan itu tersenyum dan teringat; akhirnya, malam ini perutnya kembali terisi nasi. Bukan gadoan mie instan, cabe hijau dan telur seperti tiga-empat hari yang lalu. Maka terpuji lah seorang teman yang sudi merogoh koceknya untuk membelikan perempuan ini sepiring nasi hangat beserta rempela dan hati bakar. Oh, dan tak lupa juga segelas besar es teh manis. Menjadi miskin selalu mengajarkan perempuan ini untuk menghargai lebih hangatnya uluran tangan teman dan tawa yang mereka bagikan. Teman adalah salah satu hal menyenangkan yang Tuhan cipta selain selimut serta kopi hangat di hari berhujan dan teh wangi melati di pagi yang cerah.

Segelas kopi pun diseduh, menemani perempuan ini berselancar di dunia maya. Ia duduk bersila dengan kipas angin menyala meniup-niup rambutnya yang masih setengah basah. Lagu "Alaska" dari Sky Sailing pun kemudian mengalun. Kegiatannya mengetik terhenti. Lagu ini, entah dengan sihir apa, selalu berhasil membuatnya terbayang akan sebuah perjalanan panjang menuju rumah. Ah, ia rindu duduk dekat jendela di dalam bis kota tua. Menikmati udara yang semakin dekat menuju rumahnya, justru terasa semakin dingin. Ia rindu rambutnya dipermainkan angin yang masuk dari jendela bis yang terbuka. Dan matanya yang penat mencoba merekam apa pun yang ia lewati di jalan menuju pulang.

Kopi hitam panasnya ia sesap dua kali. Dan perempuan ini mulai jenuh. Kipas angin yang sedari tadi menari menerbangkan helaian rambutnya kini mulai mengirimkan harum bunga. Itu lah mengapa ia begitu cinta pada pilihan keramas sebelum tidur. Ia selalu merasa lelap di padang Lavender.

Ia pun memejamkan mata di depan kipas angin tuanya yang berputar pelan. Membiarkan rambutnya menari-nari. Membiarkan pula pikirannya ikut berdansa. Dengan ingatan-ingatan lalu. Dengan harapan-harapan yang belum tentu nyata. Pikirnya melayang pada bagaimana hari ini dimulai. Hujan. Dan ia terpaksa mengeluarkan payungnya yang masih baru. Lalu sore yang ditutup dengan tawa bertemu teman lama. Dan malam yang diakhiri dengan perut kenyang dan lambaian tangan. Oh, serta janji untuk bertemu lagi di perpustakaan esok pagi.

Hari ini tidak sempurna. Tentu tidak. Masih ada hari lain yang lebih membahagiakan. Namun pikirnya merekam hari ini dengan seksama dan hati-hati. Wajah-wajah yang ia temui hari ini. Obrolan-obrolan ringan di sela-selanya. Terkadang menikmati hari ini sebagai HARI INI adalah sesuatu yang sangat melegakan. Tak perlu berpikir terlalu jauh. Tak perlu menebak bagaimana hari esok akan dimulai. Apakah dengan hujan yang sama? Atau matahari sudi menggantikannya? Rencana-rencana adalah teman baik perempuan ini. Namun malam berkonspirasi untuk mengenyahkan mereka sejenak dari kepalanya. Malam ini saja. Sampai nanti fajar hadir lagi. Dan rencana-rencana itu boleh kembali.

Lalu lagu "Lego House" diputar. Dan ia selalu merasa perlu menangis tiap kali lagu ini mampir di telinga. Tanpa pengecualian untuk malam dengan rambut setengah kering seperti sekarang. Lagu ini mengantarnya pada kenangan-kenangan lalu tentang cinta yang kemarau. Dan malam ini, ia merasa ingin jatuh hati lagi pada pemuda yang dulu pernah membawakan sepatunya ketika naik gunung bersama. Pemuda itu, apa kabarnya? Perempuan ini rindu. Ya, rindu pada pemuda kecil yang senyum manisnya sanggup membuat semua murid perempuan di kelasnya jatuh cinta. Atau untuk gitaris berkacamata yang ia kagumi mati-matian di sekolah menengah dulu. Dan bukan, bukan rindu pada pemuda lurus yang ia kenal cuma beberapa bulan saja. Rindu untuk yang belakangan ini kini menjelma jadi perasaan muak. Tak paham bagaimana ia bertransformasi. Yang ia tahu, kini ia benci.

Cinta akhir-akhir ini menjadi objek yang begitu membosankan untuk ditulis. Itu lah mengapa Twitter-nya kini sepi dari ocehan ala gadis kasmaran. Entah. Ia merasa tak lagi harus peduli pada hal menye-menye seperti jatuh cinta. Sejatinya, belakangan ini ia lebih menyenangi status sebagai perempuan patah hati. Ia berpendapat, perempuan yang patah hati adalah perempuan yang kaya.

Perempuan ini membuka mata, dan masih membiarkan kipas angin tua itu meniup rambutnya pelan-pelan. Ia merasa berterimakasih untuk hari ini. Untuk hujannya, untuk teman yang esok, lusa, beberapa bulan yang akan datang mungkin akan saling meninggalkan dan berpisah. Berjuang untuk hidup masing-masing. Mimpi masing-masing.

Ia berterimakasih untuk kesadaran yang walau pun datangnya terlambat namun setidaknya mampu menyelamatkan ia dari jatuh cinta yang membodohkan. Ada nama yang harus dikubur rapat-rapat. Ada rantai peristiwa yang harusnya dilepas. Dan ada ikatan yang seharusnya tak pernah ada. Perempuan ini akan mencoba menghapus mereka bersih-bersih. Tanpa noda. Seperti papan tulis baru.

Hari ini ia berterimakasih, pada hangatnya hati sekumpulan kawan. Yang mana di sana, tawa dan bahagia justru bermuara pada hal-hal remeh dan sederhana. Pun hari ini ia berterimakasih, pada hidup yang masih setia memeluknya erat. Sehingga ia masih bisa merasakan keramas sebelum tidur, ditiup pelan-pelan oleh kipas angin tua, dan lelap dengan rambut wangi bunga. 


*