Photo by Nishe |
Cinta itu hebat ya? Ia adalah satu dari sekian banyak
perasaan yang mendapat kehormatan untuk diperhatikan secara berlebih. Dibesar-besarkan
seolah-olah tanpanya manusia kemudian tak mampu menghirup oksigen dengan baik.
kehadirannya begitu dinanti. Kalau kamu belum pernah kejatuhan dia, kamu dianggap
pribadi yang kurang beruntung. Cupu. Nggak laku.
***
Mereka yang rela menjadi
bodoh karena cinta dan pria, adalah perempuan-perempuan yang merugi.
“Jatuh cinta lah yang pintar.”
Itu adalah pesan dan doa yang sesering mungkin saya bisikkan
kepada diri saya sendiri. Sudah cukup sampel yang mampu saya ambil untuk
membuktikan bahwa terkadang cinta mampu membuat otakmu kemudian gagal berfungsi.
Sepandai apa pun kamu di bidang akademik.
Terutama pada kaum perempuan, urusan cinta-cintaan ini
kadang mampu membangkitkan tawa. Seperti lelucon. Bagaimana perasaan yang satu
ini kemudian mampu mengendalikan mereka dengan begitu mudah. Hanya karena mereka
berteman lebih baik dengan yang namanya emosi dibanding kaum pria.
Saya pernah berada di satu titik di mana rasa muak kemudian
bersahabat akrab dengan yang namanya cinta. Mungkin karena terlalu sering jadi ‘tempat
sampah’, saya lalu mendapat banyak contoh bahwa pembodohan akan lebih mudah
menular ketika hatimu sedang dimabuk asmara.
Saya pikir jadi jomblo kadang lebih baik dari mereka-mereka yang
ngaku-ngaku jatuh hati. Setidaknya pikiran saya lebih jernih. Mata saya tidak
dipaksa buta. Telinga saya pun tak diijinkan untuk sengaja menuli.
Haha. Anggaplah ini salah satu cara saya untuk menghibur
diri karena tidak laku-laku seperti kamu-kamu yang sedang berpacar.
Atau mungkin sekedar untuk pencitraan.
Sering galau itu capek. Kebanyakan prasangka ini-itu
yang kurang baik malah bikin kamu sakit hati sendiri. Mengharap berlebih
ujung-ujungnya juga nggak bagus.
Lalu gimana?
Ya jangan spesialkan. Anggaplah bahwa cinta itu sederajat
dengan perasaan-perasaan lain. Sama dengan marah. Sama dengan senang. Sama dengan
sedih. Tahu apa yang terjadi dengan tiga perasaan terakhir tadi? Ya. Mereka mudah
dikontrol asal kita mau.
Lalu kenapa cinta tidak? Kenapa kita sulit mengontrol cinta
dan anak-anaknya? Si cemburu? Si prasangka? Si galau?
Itu karena kita cenderung menganggap cinta itu spesial. Si
mahanya perasaan. Hanya karena cinta mampu hadiahi kamu sejuta kupu-kupu dan
gelenyar yang berbeda di jantungmu, lantas kamu menganggap ia berkuasa?
Salah.
Yang pegang kendali itu tetap kamu. Bukan cinta.
Jangan turunkan derajatmu sebagai perempuan dengan melakukan
pembodohan-pembodohan tak perlu. Kamu akan selalu lebih berharga dari sejumput
perasaan yang mudah datang dan pergi. Pahami itu.
Saya kerap sedih mendengar beberapa perempuan berkeluh kesah
atas permasalahan yang di mata saya tampak begitu simpel dan jelas jalan penyelesaiannya.
Mereka berputar-putar di satu masalah saja. Yang berulang. Yang seperti tidak
ada ujungnya. Dan sebanyak apa pun jalan keluar yang saya coba untuk tawarkan,
mereka menolak. Enggan. Dan lalu kembali berputar-putar di permasalahan yang
sama. Seolah-olah ingin terus berada di sana. Menampik untuk ditarik. Atau seperti
sengaja dibutakan akan jalan pulang. Yang ada mereka justru semakin menyakiti
perasaan mereka sendiri. Galau tentang hal itu dan itu lagi.
Lalu apa gunanya saya memberi saran walau mereka minta? Tak
ada. Toh saran saya tidak didengar. Mereka cuma butuh telinga. Namun telinga
tak mampu berbuat lebih kalau yang punya masalah saja tidak pernah berusaha
menyelesaikan masalahnya sendiri.
Yang ada kantong-kantong telinga ini kemudian penuh. Berisi cerita
yang diulang-ulang sama. Tanpa perempuan-perempuan itu tahu, kunci jalan keluarnya
sudah tersimpan rapi di dalam kantong mereka sendiri. Hanya saja kebanyakan
perempuan lebih menyenangi tempat bernama kesedihan. Entahlah. Walaupun tahu
persoalan yang sama akan mencipta lebih banyak luka, perempuan-perempuan ini
lebih gemar mengobrolkannya daripada mencari cara untuk lekas lupa. Aneh bukan?
Tak habis habis. Seolah-olah tanpa galau sehari mereka lantas mati.
Sama halnya dengan jatuh cinta, kronologi hati yang patah
dan tetek bengeknya kalau semakin sering ditulis akan semakin mudah diingat. Kalau
begini, saya pun bingung dengan beberapa orang yang bermimpi ingin cepat move on namun masih sering gembar-gembor
luka pasca putus.
Saya belum pernah putus cinta sih. Tapi saya lihat beberapa
orang sanggup kok patah hati dengan elegan. Pun jatuh cinta dengan cara yang
sama. Lantas kenapa tidak dicoba?
Sekali-kali belajarlah seni rahasia. Selagi kamu bukan
artis, hargailah dengan baik sesuatu yang orang sebut ‘privasi’. Sekalipun itu
privasimu sendiri.
***
No comments:
Post a Comment