Tuesday, January 29, 2013

Jangan mau jadi bodoh

Photo by Nishe

Cinta itu hebat ya? Ia adalah satu dari sekian banyak perasaan yang mendapat kehormatan untuk diperhatikan secara berlebih. Dibesar-besarkan seolah-olah tanpanya manusia kemudian tak mampu menghirup oksigen dengan baik. kehadirannya begitu dinanti. Kalau kamu belum pernah kejatuhan dia, kamu dianggap pribadi yang kurang beruntung. Cupu. Nggak laku.

***

Mereka yang rela menjadi bodoh karena cinta dan pria, adalah perempuan-perempuan yang merugi.

“Jatuh cinta lah yang pintar.” 

Itu adalah pesan dan doa yang sesering mungkin saya bisikkan kepada diri saya sendiri. Sudah cukup sampel yang mampu saya ambil untuk membuktikan bahwa terkadang cinta mampu membuat otakmu kemudian gagal berfungsi. Sepandai apa pun kamu di bidang akademik. 

Terutama pada kaum perempuan, urusan cinta-cintaan ini kadang mampu membangkitkan tawa. Seperti lelucon. Bagaimana perasaan yang satu ini kemudian mampu mengendalikan mereka dengan begitu mudah. Hanya karena mereka berteman lebih baik dengan yang namanya emosi dibanding kaum pria.

Saya pernah berada di satu titik di mana rasa muak kemudian bersahabat akrab dengan yang namanya cinta. Mungkin karena terlalu sering jadi ‘tempat sampah’, saya lalu mendapat banyak contoh bahwa pembodohan akan lebih mudah menular ketika hatimu sedang dimabuk asmara.

Saya pikir jadi jomblo kadang lebih baik dari mereka-mereka yang ngaku-ngaku jatuh hati. Setidaknya pikiran saya lebih jernih. Mata saya tidak dipaksa buta. Telinga saya pun tak diijinkan untuk sengaja menuli.

Haha. Anggaplah ini salah satu cara saya untuk menghibur diri karena tidak laku-laku seperti kamu-kamu yang sedang berpacar.

Atau mungkin sekedar untuk pencitraan.

Sering galau itu capek. Kebanyakan prasangka ini-itu yang kurang baik malah bikin kamu sakit hati sendiri. Mengharap berlebih ujung-ujungnya juga nggak bagus.

Lalu gimana?

Ya jangan spesialkan. Anggaplah bahwa cinta itu sederajat dengan perasaan-perasaan lain. Sama dengan marah. Sama dengan senang. Sama dengan sedih. Tahu apa yang terjadi dengan tiga perasaan terakhir tadi? Ya. Mereka mudah dikontrol asal kita mau.

Lalu kenapa cinta tidak? Kenapa kita sulit mengontrol cinta dan anak-anaknya? Si cemburu? Si prasangka? Si galau?

Itu karena kita cenderung menganggap cinta itu spesial. Si mahanya perasaan. Hanya karena cinta mampu hadiahi kamu sejuta kupu-kupu dan gelenyar yang berbeda di jantungmu, lantas kamu menganggap ia berkuasa?

Salah.

Yang pegang kendali itu tetap kamu. Bukan cinta.

Jangan turunkan derajatmu sebagai perempuan dengan melakukan pembodohan-pembodohan tak perlu. Kamu akan selalu lebih berharga dari sejumput perasaan yang mudah datang dan pergi. Pahami itu.

Saya kerap sedih mendengar beberapa perempuan berkeluh kesah atas permasalahan yang di mata saya tampak begitu simpel dan jelas jalan penyelesaiannya. Mereka berputar-putar di satu masalah saja. Yang berulang. Yang seperti tidak ada ujungnya. Dan sebanyak apa pun jalan keluar yang saya coba untuk tawarkan, mereka menolak. Enggan. Dan lalu kembali berputar-putar di permasalahan yang sama. Seolah-olah ingin terus berada di sana. Menampik untuk ditarik. Atau seperti sengaja dibutakan akan jalan pulang. Yang ada mereka justru semakin menyakiti perasaan mereka sendiri. Galau tentang hal itu dan itu lagi.

Lalu apa gunanya saya memberi saran walau mereka minta? Tak ada. Toh saran saya tidak didengar. Mereka cuma butuh telinga. Namun telinga tak mampu berbuat lebih kalau yang punya masalah saja tidak pernah berusaha menyelesaikan masalahnya sendiri.

Yang ada kantong-kantong telinga ini kemudian penuh. Berisi cerita yang diulang-ulang sama. Tanpa perempuan-perempuan itu tahu, kunci jalan keluarnya sudah tersimpan rapi di dalam kantong mereka sendiri. Hanya saja kebanyakan perempuan lebih menyenangi tempat bernama kesedihan. Entahlah. Walaupun tahu persoalan yang sama akan mencipta lebih banyak luka, perempuan-perempuan ini lebih gemar mengobrolkannya daripada mencari cara untuk lekas lupa. Aneh bukan? Tak habis habis. Seolah-olah tanpa galau sehari mereka lantas mati.

Sama halnya dengan jatuh cinta, kronologi hati yang patah dan tetek bengeknya kalau semakin sering ditulis akan semakin mudah diingat. Kalau begini, saya pun bingung dengan beberapa orang yang bermimpi ingin cepat move on namun masih sering gembar-gembor luka pasca putus.

Saya belum pernah putus cinta sih. Tapi saya lihat beberapa orang sanggup kok patah hati dengan elegan. Pun jatuh cinta dengan cara yang sama. Lantas kenapa tidak dicoba?

Sekali-kali belajarlah seni rahasia. Selagi kamu bukan artis, hargailah dengan baik sesuatu yang orang sebut ‘privasi’. Sekalipun itu privasimu sendiri.

***

No comments:

Post a Comment