Tuesday, February 19, 2013

Memanjakan Kesedihan

Photo by Nishe


Ceritakan padaku, perempuan mana yang tak mencintai kesedihan? 

*

Perempuan adalah makhluk yang tak pernah kikir dalam memikirkan segala jenis perkara. Kalau masalahnya bernilai 100, mereka akan memikirkannya 10 kali lebih banyak, mengalikannya dengan prasangka buruk 10 kali lipat, dan menambahkan kesimpulan yang ia buat sendiri dengan 10 macam versi.

Baik ya?


Bahkan untuk memperdalam luka mereka sendiri pun mereka tak pernah tanggung-tanggung. All out. Totalitas.


Saya lalu teringat salah satu postingan yang pernah Bang Darwis Tere Liye tulis di laman Facebook-nya.
"Anak cewek itu harus gesit, tangguh, cekatan, rajin dan sifat yang lebih mendasar lainnya. 
Kalau cuma imut, lucu, menggemaskan, warna-warni, saya rasa boneka Barbie juga punya sifat artifisial seperti itu. 
Jadilah anak cewek yang mandiri, punya cita-cita, dan bisa diandalkan."

Jangan pernah jadikan status "perempuan"-mu sebagai alasan untuk "sah-sah saja" merajuk pada siapa pun. Manja memang salah satu sifat dasar perempuan dari ras mana pun ia dilahirkan. Namun menjadi mandiri   adalah pilihan masing-masing dari mereka. Tak semua mau memang, karena siapa yang ingin memilih jadi mandiri kalau bermanja-manja adalah opsi yang lebih menyenangkan? Tapi adakah yang tahan mendengar seorang perempuan merajuk terus-terusan sepanjang hari? Mengeluh tentang ini dan itu? Membuang nafas dengan kesal dan menangis kalau permintaannya tak dituruti? Yakin ada pria yang sanggup menghabiskan sisa umurnya untuk menikah dengan perempuan seperti ini? 

Salah satu 'kelebihan' orang yang gemar mengeluh adalah kepandaian mereka membutakan diri melihat hal-hal kecil untuk disyukuri. Yang tampak hanya sumber keluhan saja. Jarang mau membuka mata untuk melihat lebih teliti ke pojok-pojok ruang yang jarang terjamah. Padahal di sana Tuhan kerap menyelipkan nikmat-Nya. Nikmat-nikmat yang walaupun remeh dan sederhana, namun mampu jadi tungku  untuk jantungmu saat kondisi sedang buruk. Kebiasaan menemukan mereka akan membuat kantongmu penuh. Dan keluhan tak pernah bisa dibeli dengan kantong yang penuh akan rasa syukur.

Kamu. Aku. Mereka. Siapa pun punya masalah. Karenanya jangan pernah merasa sombong bahwa masalahmu adalah yang paling menyedihkan sejagad raya. Bahwa kau dan masalahmu adalah poros yang semua makhluk harus dengar dan rasakan. 

Yang paham rasa sedihmu adalah dirimu sendiri. Menceritakannya ke terlalu banyak telinga tak akan pernah membuat bebannya berkurang. Karena sebagaimana menulis, bercerita adalah cara lain untuk mengingat sesuatu dengan lebih baik. Adakah pilihan yang lebih menyenangkan dari mengingat kesedihanmu dua kali lipat lebih kuat?

Jangan manjakan rasa sedihmu. Sesuatu yang dimanja biasanya akan menetap lebih lama.

"Setiap orang punya masalah. Ngga usah berasa paling spesial menderitanya."
-falafu-


*

Saya percaya bahwa kedewasaan bukan bertolak pada bilangan usia. Mereka yang sudah berumur belum tentu jadi yang paling bijak dalam bersikap. Pun yang muda bukan berarti kerjanya hanya bisa jadi anak labil saja.

Percayalah, bahwa mereka-mereka yang telah berhasil memantaskan sikap dengan cukup baik adalah pribadi-pribadi yang pernah belajar super keras untuk membiasakan diri dengan kata sabar. Apakah mudah berdamai dengan kesabaran? Tergantung. Beberapa orang meyakini bahwa mengaplikasikannya tak lebih mudah dari mengedipkan mata. Beberapa yang lain mengeluh kalau bersabar itu sama sulit dengan bernafas tanpa oksigen. Kamu yang pilih ingin ikut yang mana.
*

Apa pun yang kamu lakukan kepada manusia lain dalam konteks "terlalu" 
tak akan pernah berakhir dengan indah.
Terlalu sayang. Terlalu kangen. Terlalu benci. Terlalu khawatir.

Tahu apa yang harus dilakukan agar konteks "terlalu" ini tak pernah mampir?

Kadar perasaanmu, kontrol mereka.
Bukan sebaliknya
  *

3 comments:

  1. semangat baru muncul setelah membaca tulisan ini, saya menyukai isinya ^^ . thanks

    ReplyDelete