Wednesday, April 4, 2012

Siapa yang tidak tahu kamu?


Photo by Nirrimi

Siapa yang tak tahu kamu? Seluruh nadi dan urat di jantungku tahu benar siapa namamu. Karena pernah di suatu waktu, namamu adalah sabda bagi mereka. Namamu mereka anggap aria dari surga. Sebegitu indahnya sampai membuat setiap detak yang tadinya mengencang kian lama menjadi mati. Sejak saat itu kuanggap mencintaimu bukanlah hal yang aman. Sesuatu yang harus kuhindari.

Namun siapa yang bisa melawan Tuhan? Dia bilang; jatuh cinta lah! Maka jantungku pun kembali tunduk pada namamu.

Setiap sore, di bawah lampu jalan itu


Photo by WN
Hari ini Jogja hujan lagi.
Seperti kemarin.
Dan kemarin.
Bukan tidak mungkin besok ia akan hujan lagi.
Seperti hari ini.
Dan kemarin.
Dan kemarin lagi.

Sementara Jogja hujan lagi.
Aku juga masih duduk di sini.
Lagi.
Masih dengan setelan yang sama.
Yang berwarna hitam.
Yang selalu kau bilang warnanya menakutkan.
Masih dengan pecahan hati yang sama.
Yang dulu kau titipkan.
Yang jumlahnya selalu seribu.
Tidak pernah berkurang.

Aku sudah satu tahun di sini.
Duduk di bangku yang sama.
Di bawah temaram sebuah lampu jalan.
Dari pukul lima sore sampai sembilan malam.
Aku selalu di sini.
Menunggumu.
Lihatlah. Aku bawakan kau beberapa bunga mawar.
Sebagai wakil dari upacara penyambutanku yang sederhana.
Tapi kamu tak pernah datang. Tak pernah.
Dan aku selalu sabar. Selalu.
Untungnya hari ini Jogja hujan.
Aku jadi tidak sendirian.
Sekalipun badanku menggigil. Otakku membeku.
Aku selalu di sini. Duduk manis. Menunggu.

Tik tok tik.
Ah, jarum jam itu membunuh penantianku.
Lagi.
Lihat. Sudah jam sembilan sekarang.
Dan kamu tak lagi datang.
Aku berdiri.
Mengucapkan selamat tinggal pada kunang-kunang dan lampu jalan.
Besok aku datang lagi.
Duduk di sana.
Dengan beberapa tangkai bunga mawar.
Seandainya aku tau aku akan sangat merindukanmu.
Seperti sekarang.
Mungkin tak akan kutikam pisau dapur itu di jantungmu.
Saat kita pacaran dulu.