Saturday, June 22, 2013

Mencintai dengan cara yang bodoh

Photo by Nishe

Apa pun yang terjadi, yang pertama harus kamu cintai dengan baik adalah dirimu. Bagaimana kamu bisa membagi cintamu dan mencintai manusia lainnya, kalau dirimu sendiri saja sebenarnya kekurangan? Pada jiwa yang setia menetap di tubuhmu saja kamu pelit, apalagi pada jiwa lain yang kamu belum tentu tahu dengan baik? 

Manusia yang abai pada kebahagiaannya sendiri, yakinkah menitipkan sebagian hatimu di tangan manusia-manusia semacam ini?

*
  
Belakangan ini ada banyak sekali kisah-kisah di sekitar saya yang berhasil membuat saya mengerutkan kening heran sambil berpikir, "Apakah berpacaran benar-benar bisa bikin orang sebodoh itu?" 

Terjebak di kesalahan yang sama berulang-ulang, dibuat kisruh oleh hal-hal tidak penting, menjadi buta dengan yang mana yang seharusnya diperjuangkan dan yang mana yang tidak, menjadi kurang mencintai diri sendiri, dan lain sebagainya.

Bukankah mencintai itu sesuatu yang membahagiakan? Bukan kah orang yang saling mencintai itu harusnya bisa saling menghargai pendapat masing-masing? Bukan sepihak? Bukan seperti bos yang otoriter dan pegawainya? Kalau setiap minggu hanya diisi dengan tangis dan berantem, apa itu juga masih disebut cinta? Kalau yang satu tidak bisa menghargai yang lainnya, dan tidak pernah mau belajar untuk ingin bisa, apa itu juga masih masuk dalam daftar 'mencintai'? Kalau yang dipunya cuma sakit, kenapa masih mati-matian dipertahankan? Seberapa banyak kantong kenangan manis sih yang bisa menukar tangis dan sakit hati setiap bulan? Sebesar apa sih cinta yang memperbolehkan seorang perempuan untuk mengemis minta kembali dan minta maaf untuk hal-hal yang tidak ia lakukan? 

"Itu lah esensi mencintai, Ris. All out. Tanpa pamrih. Tanpa syarat. Tak mengenal untung-rugi."

Sampai mengorbankan hak dan kebahagiaan diri sendiri seperti itu? Anda sedang membicarakan kasih ibu? Kalau cuma cinta-cintaan orang pacaran sih, mangga ngomong saja sama tangan saya.

Heran deh. Kenapa sih beberapa perempuan begitu sulit untuk melepaskan hal-hal yang jelas-jelas akan membuatnya sakit hati sendiri? Apakah membedakan duri ikan dengan dagingnya itu sulit? Ya tentu, cinta memang tidak semudah membedakan duri dan daging ikan, tapi... kamu tahu kan maksudnya? 

Tindakan melarang-larang pasangan dalam konteks orang pacaran itu juga menurut saya lucu. Banget. Lawakan yang nggak tahu kapan bakal jadi "lawas". Kalau memang kamu perempuan, dan misal pasanganmu mewanti-wanti untuk jangan pulang terlalu malam, oke itu lumrah. Asalkan itu juga diaplikasikan untuk dirinya sendiri. Dan tentu toleran untuk alasan-alasan krusial. Tidak lantas ngambek dan nggak mau dengar alasan apa pun kalau kamu memang harus pulang malam. Kalau kayak gitu sih jangan sebut dia 'pria'. Mungkin dia anak SD yang baru sunat dan lagi belajar pacaran.

Urusan pulang malam ini sih masih wajar. Saya rasa tanpa harus jadi pacar pun, laki-laki pada umumnya pasti khawatir kalau melihat perempuan pulang malam sendirian. Tapi kalau sampai larangannya menjurus ke hal-hal absurd seperti 'kamu nggak boleh boncengan sama cowok lain', 'jangan pakai baju ini itu', 'omongannya nggak boleh gini-gini', 'kamu nggak boleh seneng-seneng kalau aku lagi susah', 'kamu nggak boleh deket sama perempuan lain kecuali aku', 'aku harus jadi prioritas, temenmu nomer dua', 'kamu jangan gaul terlalu deket sama ini itu', 'kamu harus selalu ada buat aku', 'selalu update kamu ada di mana', 'twitmu nggak boleh gini gini gini', 'statusmu jangan kebaca galau', and blah blah blah blah blah. 

Major face-palm.

Lho, dia ini siapa? ORANG INI SIAPA? Istri? Suami? Bukan to? Lha kalau bapak-ibumu yang notabene SAH memilikimu saja ndak protes, dia ini punya hak apa? Wong ngelamar aja belum berani kok udah sok-sokan ngelarang anak orang. Lha kalau cuma dengan modal nembak saja hak-hak mu dengan semena-menanya bisa dijajah seperti itu, opo yo ra melas to nduk sama dirimu sendiri?
Tapi kadang ada yang seneng juga sih dilarang-larang gitu. "Itu kan tandanya dia perhatian. Dia nggak mau aku begini-begitu. Dia mencoba jadi imam yang baik dan melindungi aku." Daaaaaan segudang alasan lainnya.

Mmm. Kayaknya imam yang beneran baik malah sejak awal nggak bakal ngajak kamu pacaran deh. Perlindungan selebih besar apa sih yang bisa ditawarkan seorang laki-laki terhadap perempuan yang ia cintai selain melindunginya dari api Jahanam? 

Jadi pernyataan "Melarang adalah sebagian dari melindungi" itu sebenarnya juga double-standard. Dalam konteks orang pacaran lho ya. Kalau sudah menikah sih, wassalam. Saya nggak ikut campur.

So, ladies and gentleman. Selagi Anda-Anda ini masih free, muda dan belum dijanjikan atau menjanjikan mas kawin ke anak orang, mari memilih dan memilah hal-hal yang sekiranya mampu membuat hati senang dan nyaman dengan cara yang pandai. Jangan takut nggak laku kalau harus ninggalin yang dulu. Ketahuilah, ada lebih dari 6 milyar manusia di bumi kita tercinta ini. Masa sih satu di antara sekian banyak manusia itu tidak ada yang pandai dalam memuliakan dan menghargai hak mu?

Jadi perempuan nggak terus diwajibkan untuk selalu menggunakan perasaannya dalam menyikapi masalah kok. Memakai otak dalam pengambilan keputusan itu bukan cuma legasinya laki-laki. Begitu juga sebaliknya untuk para pria (yang memang 'pria' dan bukan anak SD baru sunat). Menyertakan sedikit perasaanmu sebelum memutuskan bertindak ini-itu juga nggak lantas bikin kamu jadi 'Nggak lakik!'. Justru ketika kamu bisa menyeimbangkan antara ego laki-lakimu dengan pemahaman yang baik akan perasaan perempuanmu, itu baru namanya "Lakik banget!". 

Jangan bangga jadi laki-laki egois. Nyari yang kayak begituan mah banyak.

*

Bukan kah akan sangat menyedihkan melihat masa mudamu dihabiskan dengan orang yang salah? Orang yang bahkan kurang peduli dengan kebahagiaanmu sendiri? Biar bagaimana pun, yang akan selalu bersamamu kemana pun dan sampai kapan pun itu ya dirimu. Kebahagiaanmu itu ya tanggung jawabmu untukmu.

Berbuat salah itu lumrah. Mengulangi kesalahan yang sama itu bodoh. Kita belajar untuk tahu yang baik juga dari kesalahan. Tapi berulang-ulang belajar dari kesalahan yang sama juga nggak akan menambah pengetahuan yang baik. Biar bagaimana pun, manusia butuh belajar banyak hal untuk bisa hidup. Dan saya yakin, nggak ada manusia yang cuma ingin belajar alfabet seumur hidupnya. 

"Truth is, everybody is going to hurt you; you just gotta find the ones worth suffering for."
-Bob Marley-

*

p.s.
Udah pengen nulis ini dari lama. Tapi baru kesampaian sekarang. Ya sekalian lah ngisi waktu luang gara-gara kebangun tengah malem. Tulisan ini nggak bermaksud menghakimi siapa pun. Please, take everything with a grain of salt. Mari sama-sama belajar untuk jatuh cinta dengan pintar :)

2 comments: