Photo by Kitty Gallannaugh |
Menerima kritik, tentu tak pernah semudah menerima pujian. Juga
tak akan semanis apa yang pujian mampu berikan. Dengan dipuji, kita merasa
didukung. Setelahnya kita bersemangat. Pikiran pun gembira. Dan langkah terasa
ringan setelah mendengarnya. Lihat, bagaimana kita begitu menyayangi pujian
karena ini.
Namun adakah yang mau bermurah hati untuk melakukan hal yang
sama terhadap kritik?
Pujian dan Kritik adalah dua bersaudara yang beda
nasib. Yang satu begitu diinginkan, yang satunya lagi dihindari jauh-jauh. Sama
seperti Hidup dan Mati. Bagaimana orang berlomba-lomba
mempertahankan untuk tetap hidup dan berusaha sekeras mungkin untuk tidak
berurusan dengan kematian. Saya pernah membaca sebuah quote di Tumblr tentang
percakapan antara dua bersaudara bernama Hidup dan Mati ini.
Tidakkah ini mirip dengan Pujian dan Kritik? (Mohon dimengerti
di sini bahwa saya tidak berasumsi bahwa semua pujian itu ‘a beautiful lie’. Ini
murni hanya perumpamaan saja.)
Saya adalah orang yang tidak pandai bermanis mulut. Maka
dari itu, kalau kamu tidak ingin mendengar sesuatu yang jujur (dan mungkin akan
menyakitkan hatimu) jangan pernah bertanya kepada saya. Sekali mangap, kerusakan
hati dan menurunnya indeks semangat kamu sudah bukan tanggung jawab saya lagi. Itu
kalau apa yang saya ucapkan ternyata bukan hal yang ingin kamu dengar. Kalau
memang bagus, ya saya anggap bagus.
Berbekal fakta tersebut, lantas bagaimana kalau saya yang
menerima kritik? Sanggupkah saya dengan mudah menerima? Kan saya sudah biasa
mengkritik yang pedas-pedas. Masa dikritik dikit nggak bisa?
Hmm. Jujur. Menerima kritik itu tak mudah. Sama sekali tak mudah. Tapi tak mudah bukan berarti tak mampu kan?
Hari ini saya menerima dua kritikan dari dua orang teman. Walaupun
sudah lewat berjam-jam yang lalu, rasa-rasanya ucapan mereka masih terdengar begitu
basah di telinga. Sukar sekali dilupa. Lantas ketika saya ingin mengulangi
pekerjaan yang sama, pikiran saya jadi penuh keraguan dan rasa takut. Takut kalau
salah. Takut kalau bakal dikritik lagi. Takut dikecam ini itu. Salahkah? Tentu
tidak. Menurut saya, itu adalah hal yang sangat wajar. Manusiawi. Namun, hal
seperti ini tidak boleh dibiarkan berlarut-larut. Kapan maju kalau hanya
terpaku pada kritik saja? Hal yang sama juga sebenarnya bisa diterapkan untuk
pujian.
Saya tipenya apa-apa dipikir. Bahkan kalau kamu hanya guyon
dengan bilang bahwa “Ah, blog kamu mah isinya sampah”, sampai seminggu ke depan
mungkin ucapan kamu masih saya pikirkan matang-matang. Di urutan lima teratas. Saya
lontarkan banyak pertanyaan ke diri sendiri. “Kok bisa dibilang sampah? Isinya
nggak mutu banget ya? Kelewat galau? Atau gimana?” Mungkin esok lusanya, ketika
kamu sudah lupa pernah melontarkan guyonan yang demikian, saya akan bertanya
lagi, “Sampah gimana maksud kamu?” Dan sampai di detik itu, kamu tahu, saya
serius menanggapi komen apa pun.
Untuk persoalan macam kritik ini pun saya demikian. Lebih serius
malah. Dan saya nggak mau berbohong dengan bilang kalau kritik sama sekali tidak
mempengaruhi saya. Pengaruhnya sama banyak, atau mungkin melebihi apa yang
pujian mampu lakukan. Sayangnya, buah tangan yang Kritik bawa kebanyakan berujung ke arah negatif. Dan saya
tidak suka akan hal ini.
“Tidak suka” di sini bukan saya arahkan untuk si Kritik.
Melainkan cara saya dalam menghadapinya.
Sampai saat ini saya belum menemukan cara yang baik untuk
menerima kritik dengan dada yang lapang dan perasaan legowo. Belum. Jadi perlu
ditekankan di sini bahwa saya masih ingin mencari bagaimana cara untuk
melakukan hal seperti itu.
Namun satu hal baru yang patut saya camkan hari ini dan di
kemudian hari adalah bahwa kritik ada atas
dasar orang lain masih peduli pada hasil kerja kita. Tidak mudah mungkin
untuk membedakan kritik yang datang atas
dasar tulus karena ingin melihat kita berkembang, dengan mereka yang mengkritik
untuk menunjukkan senioritas dan siapa yang lebih berpengalaman. Tapi setidaknya
ambil sisi baiknya saja. Kritik nggak
akan lahir tanpa campur tangan ‘perhatian’. Dengan dikritik, apa pun itu
intensi di belakangnya, karya kamu berarti secara tidak langsung diperhatikan.
Sama hal nya dengan apa yang kita lakukan untuk si pemuji,
pengkritik pun perlu kita hadiahi ucapan terimakasih banyak-banyak. Buah tangannya
memberi kita cambuk untuk lebih berhati-hati di proyek selanjutnya. Kita diajari
mereka untuk tidak gegabah dan tidak berpongah karena mengantongi pujian yang
tidak seberapa.
Atas semua jasanya, mulai hari ini, mari kita galakkan untuk menyayangi kritik
dengan lebih baik! :)
No comments:
Post a Comment