Thursday, August 14, 2014

Kotak Kenangan

Photo by Rona Keller



Pernahkah kalian merasa berdiri di titik tengah sebuah perjalanan yang sangat panjang? Merasa sudah berjalan terlalu jauh namun tak kunjung melihat akhir.

Saya merasa, saya sedang dalam posisi yang demikian.

Ketika tujuan yang dimaksud tak jelas di mana, tak paham benar arah mana yang harus diambil, saya senang meluangkan waktu untuk duduk beberapa jenak dan berdiam diri. Menyetel musik-musik tertentu dan membuka kotak berisi kenangan-kenangan.

Ada beberapa musik yang selalu berhasil membawa kotak-kotak masa lalu itu terhempas rapi di kepala saya. Selalu. Tak pernah gagal. Mendengarkan mereka membuat kelopak-kelopak tua berukir kebahagiaan dan kesedihan di masa lampau menjadi sesegar rerumputan di kala pagi. Mereka hidup kembali. Seperti lampu-lampu bianglala yang tak pernah padam.

Masa depan tentu tempat yang menakjubkan. Siapa yang tak ingin ke sana? Semua orang berlomba-lomba ingin segera tiba di depan pintu gerbangnya. Pun banyak yang beranggapan bahwa membawa-bawa koper berlabel masa lalu adalah perbuatan bodoh. Saya termasuk yang pernah berpikir demikian.

Koper-koper berlabel  masa lalu memang tidak seharusnya dibawa ke mana-mana. Manfaatnya tidak ada kecuali memberatkan langkah yang sudah berat. Namun membakar koper-koper ini pun rasanya sayang dan terasa salah. Mereka berisi tapak-tapak langkah, teman-teman kecil yang sudah membawa kita ke tempat bernama Sekarang. Di dalamnya tersimpan bunga dan duri. Cinta dan benci. Apapun itu yang bisa kalian sebut memori.

Dengan membagi musik ini, saya ingin mengajak Anda, kamu, siapa pun yang merasa tengah berada di titik tengah sebuah perjalanan panjang, untuk berhenti sejenak dan mengapresiasi kenangan. Mengapresiasi. Menghargai. Tapi bukan untuk membawanya serta.

Saya orang yang pesimistis dan mudah dihantui pemikiran-pemikiran buruk. Di kepala saya tinggal banyak sekali monster mengerikan. Dalam suatu perjalanan yang saya tak tahu pasti kapan akan berakhir, monster-monster di kepala saya ini kerap hadir sesekali dan menakut-nakuti saya untuk berhenti. Untuk berbalik dan pulang saja. Kembali ke dalam zona aman. Inilah mengapa saya selalu butuh waktu untuk berhenti di tengah perjalanan manapun. Berhenti untuk menata tujuan, mengingat-ingat alasan kenapa saya melakukan perjalanan ini, menentukan langkah selanjutnya, mengingatkan diri saya bahwa ini perjalanan, bukan perlombaan maraton. Kalau yang lain sampai di tempat tujuan mereka lebih awal, itu bukan salah saya. Saya akan tetap baik-baik saja.

Mengapresiasi kenangan ada dalam daftar hal yang harus saya lakukan ketika saya sedang bingung lalu memutuskan berhenti. Kadang di tengah hari-hari berhujan, saya pun butuh diyakinkan bahwa matahari akan bersinar lagi suatu saat nanti. Kenangan-kenangan inilah yang membantu saya untuk selalu ingat bahwa dalam hidup manusia manapun akan selalu ada waktu untuk bersedih dan berbahagia. Bahwasanya saya pernah punya hari-hari yang didominasi langit biru dan cahaya matahari. Bahwasanya saya pernah dikurung Tuhan di dalam sel dengan badai dan petir yang muncul dari langit-langitnya dan saya bertahan.

Monster-monster di kepala saya adalah makhluk-makhluk dunia kegelapan yang takut akan cahaya. Dan kotak kenangan saya adalah obor yang mampu mengusir mereka pergi.



**

Sambil mendengarkan musik ini, saya senang membayangkan saya sedang berada di bawah satu-satunya pohon di padang rumput yang sangat luas. Di suatu sore yang mendung, beberapa menit sebelum hujan turun.

No comments:

Post a Comment