Photo by Mandy Faith |
Selepas makan malam tadi, salah seorang teman saya yang sedang kesulitan move on dan tengah menderita sakit tenggorokan ini, tetiba bertanya sebuah pertanyaan yang begitu klise.
"Pernahkah kamu membayangkan bagaimana dirimu dua tahun mendatang? Atau apa yang akan kamu lakukan saat itu?"
Saya dengan simpel menjawab. "Kemungkinan besar saya masih menganggur. Entahlah. Saya punya firasat kuat tentang hal ini. Tentang menjadi sarjana pengangguran."
Teman saya tersentak. Bagaimana mungkin saya bisa mengatakan hal seburuk itu?
Lucunya adalah, bukan hanya malam ini saja ketika teman saya bertanya, malam-malam sebelumnya pun saya sudah memikirkan tentang hal ini masak-masak. Menggado semua mimpi untuk kemudian dituangkan ke dalam rencana masa depan yang hasilnya... nihil.
Beberapa teman sudah bertekad untuk melanjutkan studi mereka ke jenjang yang lebih tinggi setelah lulus kuliah nanti. Entah itu lewat beasiswa atau bukan. Entah itu di Indonesia lagi atau bukan. Sementara yang lain berencana untuk mencari pekerjaan saja. Merantau ke lain pulau atau ikut proyek teman. Yang penting kerja. Bisa cari uang sendiri. Intinya sama. Mereka semua memiliki rencana.
Setahu saya, satu-satunya rencana yang saya punya seandainya besok ijazah sudah di kantong adalah segera pulang ke pangkuan orangtua. Menghabiskan beberapa minggu untuk menikmati momen-momen saya kembali jadi 'anak manusia'. Setelahnya, saya tak tahu. Mungkin cari kerja. Kerja apa? Saya nggak tahu juga.
Entahlah. Bermimpi rasanya jadi pekerjaan yang begitu sulit untuk dilakukan akhir-akhir ini.
Saya yang terbiasa dengan 'rencana' sekecil apa pun, sekarang malah tak memiliki rencana sama sekali. Seperti misal apa-apa yang perlu saya lakukan. Apa yang perlu saya capai. Tak ada gambaran.
Masa depan saya, mereka, seperti kertas putih yang sangat luas. Tidak ada sketsa. Tidak ada clue. Bahkan untuk membayangkan saya bekerja di suatu tempat dan mendapatkan gaji sendiri saja rasanya begitu imajiner. Tidak riil.
Saya tertawa. Akan jadi pertunjukan yang lucu sekali melihat seorang perempuan yang biasanya penuh rencana ini harus memulai lakonnya tanpa skenario apa pun. Hidupnya seketika berubah jadi ladang penuh timbunan ranjau dan hadiah.
*
No comments:
Post a Comment