Tuesday, February 17, 2015

Walaupun aku tak pernah meminta

Photo by Rona Keller

[November 21, 2014]


Walaupun aku tak pernah meminta.
Walaupun kau tahu benar aku tak pernah menjanjikan "kita".

Kunyalakan tungku kecil di hatimu tanpa sengaja.
Menghangatkan jantungmu. Pelan-pelan dan dengan cara yang sederhana.
Cara yang paling kau suka.
Dan kau menjaga nyalanya begitu lama.
Walaupun aku tak pernah meminta.
Walaupun kau tahu benar aku tak pernah menjanjikan "cinta".

Aku ingat sekali pagi berhujan di bulan Desember.
Hari pertama aku putuskan untuk membuka lenganku lebar-lebar sebagai tempatmu pulang.
Dan kau, seperti anak kecil yang dilepas di toko permen, menubrukku sambil tersenyum senang.
Hari itu, bahagiamu seolah-olah memeluk semua resahku.
Dan aku, seperti peserta ujian yang tak sempat belajar, menganggap, mungkin pilihanku kali ini benar.

Kau mencintaiku seperti halnya lingkaran. 
Penuh. 
Tanpa ujung dan celah.
Tawamu seperti anak-anak yang tak pernah kenal kesedihan.
Dan aku kadang lupa caranya berduka hanya dengan melihat senyummu saja.

Namun, hei..
yang ada padaku nyatanya bukan cinta.
Bukan.
Bukan cinta layaknya lingkaran tak berujung seperti yang kau punya.
Bukan cinta yang meminta untuk kau jemput pulang lagi,
seberapapun lamanya aku pergi.
Seharusnya dari awal aku bilang kalau perasaan kita tak pernah sejajar.
Aku tak pernah menabung sayang sedangkan cintamu terlalu besar.

Maafku tak akan pernah sampai kepadamu. Aku tahu.
Luka itu, yang bisa menyembuhkan bukan aku. Kamu tahu.

Untuk semua sesal akan percik nyala yang berubah menjadi api unggun di dadamu.
Kata apa yang lebih pantas kuucapkan selain maaf?

*

"Maaf."
Ucap ini tak manis,
namun pantas.
Dan aku merasa bertanggung jawab untuk mengirimu satu.
Atau seribu.
Walaupun kau tak suka.
Walaupun kau tak pernah meminta.

*

No comments:

Post a Comment