Wednesday, February 18, 2015

Help.

Photo by Nishe


"The thing that sucks about mental illness is that if you aren’t depressed enough, suicidal enough, bad enough, nobody cares. Nobody cares until you reach their standard, and that standard is when your problem is bad enough to effect them." 
 (Unknown)


Mental illness bukan penyakit yang mudah dideteksi. Ia tidak seperti flu. Atau tumor. Efeknya kadang ringan. Namun di lain waktu bisa juga fatal. Kadang ada beberapa orang yang tidak sadar telah berpengaruh besar pada penyakit kejiwaan seseorang. Mereka dengan mudah mengucap ini, mengucap itu. Berharap membantu. Namun kenyataannya ucapan mereka justru berbuah luka. Dan luka yang kamu sayat di dalam kepala manusia tentu lebih sulit dicermati. Ah, padahal betapa mudahnya menyembunyikan luka macam ini. Cukup tertawa. Tersenyum. Jangan curhat aneh-aneh di sosial media. Maka mayoritas teman-temanmu akan menganggapmu baik-baik saja.

I've been dealing with depression for some time. It's kinda embarrassing to admit, but I have to write this fact in order to tell you something. Jangan pernah sekali-kali menganggap semua orang sekuat kamu. Jangan.

For you  it might be weird, but yes, some people find it hard to be always happy. To be strong. Jangan pernah beranggapan karena kamu berhasil push-up 100 kali dalam hitungan detik, lantas orang lain pun pasti bisa. "Oh, c'mon. I've been there! I had it worse than you! Your struggle is easy compared to mine. How come you can't do that?" Never say something like this to anyone. Never. Karena dianggap bodoh dan lemah itu menyakitkan. No matter how you say it. 

After all you've never been inside her head and seen the monsters she had to fight.

Saya tidak pernah menyukai sindiran. Ibu saya tidak pernah berhasil menyuruh saya menyapu dengan cara menyindir saya. Berulang kali saya mengingatkan beliau, katakan langsung ibu mau apa. Tidak perlu menyindir. Tidak perlu membandingkan saya dengan anak tetangga yang lebih rajin. Ibu mau saya menyapu, suruhlah saya menyapu. Kalau saya masih tidak mau, maka cubit saya yang keras, tapi jangan pernah menyindir saya.

Sejauh ini sindiran tak pernah berhasil membantu saya melangkah maju. Untuk beberapa orang mungkin sindiran adalah pecutan. Bagi saya sindiran adalah kapak yang setiap kali dilontarkan maka satu per satu kaki saya dipatahkan.  

Blaming myself for everything is my default action. I'm beating myself harder than anyone ever thought. It is a bad habit and I don't want you to be like this. Saya sedang berusaha untuk lebih pemaaf pada diri saya sendiri dan sejauh ini saya gagal. Saya tidak tahu bagaimana caranya.

Karena itu, untukmu saya berpesan. Berbaikhatilah pada kepedihan milik orang lain. Siapapun itu. Do not mock the pain you've never endured. Jangan pernah salahkan siapapun semata-mata karena kamu menganggap mereka lemah. Karena menurut hemat saya, satu-satunya hal yang pantas diberikan dari manusia satu ke manusia lain adalah dukungan. Support.

A depressed person is not a brainless one. Mereka tidak meminta untuk disalahkan, dicaci karena tidak berjalan di jalan yang sama dan dengan cara yang sama denganmu. Sometimes all they need is someone who believes them, who believes their seemingly insignificant efforts.

Beberapa orang tidak pandai menjelaskan diri mereka dan  pilihan-pilihan yang mereka ambil. Kalau kamu menemukan keputusan-keputusan yang ganjil, keputusan-keputusan yang menurutmu bodoh, tak ada salahnya bertanya. Never put a finger on something you don't understand. Dan kalaupun setelah dijelaskan kamu masih tidak paham, masih menganggap keputusan-keputusan itu bodoh luar biasa, sejauh mereka tidak merugikan manusia lain, cobalah untuk menghargai. Trust me, it means a lot.

Jangan pernah menganggap hanya karena semuanya terlihat baik-baik saja, lantas kamu merasa berhak untuk mencela prinsip yang terlihat asing bagimu.

Sebelum terlambat, jangan pernah biarkan kata-katamu menjadi salah satu alasan seseorang lain untuk menggantung hidupnya pada seutas tali di kamar kosnya yang sepi. Do not let your words to be the trigger.

Yang baik dan benar bagimu, belum tentu baik dan benar bagi orang lain.

Berhematlah dalam mencaci hal-hal yang belum kamu mengerti. 

Jangan pernah sekali-kali menganggap semua orang sekuat kamu.

*

Tuesday, February 17, 2015

Walaupun aku tak pernah meminta

Photo by Rona Keller

[November 21, 2014]


Walaupun aku tak pernah meminta.
Walaupun kau tahu benar aku tak pernah menjanjikan "kita".

Kunyalakan tungku kecil di hatimu tanpa sengaja.
Menghangatkan jantungmu. Pelan-pelan dan dengan cara yang sederhana.
Cara yang paling kau suka.
Dan kau menjaga nyalanya begitu lama.
Walaupun aku tak pernah meminta.
Walaupun kau tahu benar aku tak pernah menjanjikan "cinta".

Aku ingat sekali pagi berhujan di bulan Desember.
Hari pertama aku putuskan untuk membuka lenganku lebar-lebar sebagai tempatmu pulang.
Dan kau, seperti anak kecil yang dilepas di toko permen, menubrukku sambil tersenyum senang.
Hari itu, bahagiamu seolah-olah memeluk semua resahku.
Dan aku, seperti peserta ujian yang tak sempat belajar, menganggap, mungkin pilihanku kali ini benar.

Kau mencintaiku seperti halnya lingkaran. 
Penuh. 
Tanpa ujung dan celah.
Tawamu seperti anak-anak yang tak pernah kenal kesedihan.
Dan aku kadang lupa caranya berduka hanya dengan melihat senyummu saja.

Namun, hei..
yang ada padaku nyatanya bukan cinta.
Bukan.
Bukan cinta layaknya lingkaran tak berujung seperti yang kau punya.
Bukan cinta yang meminta untuk kau jemput pulang lagi,
seberapapun lamanya aku pergi.
Seharusnya dari awal aku bilang kalau perasaan kita tak pernah sejajar.
Aku tak pernah menabung sayang sedangkan cintamu terlalu besar.

Maafku tak akan pernah sampai kepadamu. Aku tahu.
Luka itu, yang bisa menyembuhkan bukan aku. Kamu tahu.

Untuk semua sesal akan percik nyala yang berubah menjadi api unggun di dadamu.
Kata apa yang lebih pantas kuucapkan selain maaf?

*

"Maaf."
Ucap ini tak manis,
namun pantas.
Dan aku merasa bertanggung jawab untuk mengirimu satu.
Atau seribu.
Walaupun kau tak suka.
Walaupun kau tak pernah meminta.

*

Favorite Tweets (November '14)

Saya jarang sekali buka Twitter belakangan ini. Tapi walaupun jarang nge-twit, waktu sempat buka, saya suka mengamati timeline dan memencet tombol favorite untuk twit-twit yang menurut saya bagus atau sedang pas dengan isi hati. Seperti yang pernah saya bilang, mem-favorite sama saja dengan mengatakan kata "setuju", "gue banget" atau sekedar kagum dengan isi twit tersebut. Hanya saja, dibanding retweet, favorite menurut saya lebih rahasia. Selain si empunya akun (dan mungkin mereka yang sedang selo lalu buka-buka isi favorite milik orang lain) tidak ada yang peduli, terlebih tahu, apa-apa yang ada di balik tab favorite milik seseorang.  

Retweet, kalau menurut saya, semacam mengadu, bercerita, curhat kepada siapa saja yang sedang ada di timeline. Favorite, di lain sisi, gunanya seperti untuk reflecting. A reminder. Semacam diari. Yang sama dari keduanya adalah, baik retweet maupun favorite sama-sama ditulis dengan menggunakan kalimat milik orang lain. Yang karakternya, tentu, tak lebih dari 140.

Saya belakangan ini lebih sering mem-favorite twit yang berisi quotes dari buku-buku Murakami. Atau beberapa puisi singkat yang berhasil saya temukan menyempil di sela-sela lini masa. Ada juga beberapa (well, hmm, sebenarnya banyak) tentang zodiak saya. Tapi lebih baik tidak saya posting yang bagian itu. He he.

*

rejeki orang kan beda-beda. kita ngga tau usahanya dia. (@yeahmahasiswa)

I loved reading novels to distraction, but didn’t write well enough to be a novelist. (@_harukimurakami)

Why don't you turn your anger into a poem and help it fly? (@vaindream)

I write, to reach you, within me. (@NaivePoet)

When something that once was your dream now becomes your to-do list, you're on the right track. (@deelestari)

but then we never really loved each other, just that a boy in me, fell for a girl in you, and dreamed of a non-existent forever. (@NaivePoet)

Sometimes you have to bet on yourself. You have to always follow dreams. And you have to be willing to fail. (@JaredLeto)

I guess I've been waiting so long I'm looking for perfection. That makes it tough. (@_harukimurakami)

The worst way for friendships to end: (@autocorrects)


Music has that power to revive memories, sometimes so intensely that they hurt. (@_harukimurakami)

I am
a realist and a dreamer
a cynic and an optimist
a shadow and a flame
an open book and an enigma
an oxymoron in the flesh
(@dreams_ofyou)

they are never
just words.
(@thegirlshewas)

you and i are nothing more than two pens flirting with the edge of almost. (@dreams_ofyou)

there must be someone who sees me. (@thegirlshewas)

"If you plan everything you’d be kidding your subconscious. So I don’t plan anything." (@_harukimurakami)

You'll end up real disappointed if you think people will do for you as you do for them. Not everyone has the same heart as you. (@9GAG)

“May I give you a piece of advise? Don't feel sorry for yourself, only arseholes do that.” (@_harukimurakami)

What was I hoping to gain from this? Was I hoping to be woven into some new plot, to be given some new and better-defined role to play? (@_harukimurakami)

I'm afraid to let you into my melancholy
Scared you won't like what you see
(@thejunebugfreak)

I can’t describe that feeling of total loneliness. I just wanted to disappear into thin air and not think about anything. (@_harukimurakami)

And there comes a time when you are so comfortable in your broken pieces that you forget how it feels to be whole. (@ItsAPerfectLife)

What is it you can't forget what you really want to forget? (@_harukimurakami)

Do you ever get those pangs of anxiety where you feel like nobody likes you and nobody will ever like you and you will achieve nothing? (@9GAG)

this is my life: (@autocorrects)


tell me what combination of words will make you stay and i will spend an eternity rearranging them to fit between our hands. (@dreams_ofyou)

In a sense, I’m the one who ruined me. I did it myself. (@_harukimurakami)

I started to imagine another me somewhere, sitting in a bar, nursing a whisky, without a care in the world. (@_harukimurakami)

Beberapa hati gemar menyembunyikan rindunya, lalu menangis diam-diam sampai ketiduran. (@gerimis_)

As if to build a fence around the fatal emptiness inside her, she had to create the sunny person that she became. (@_harukimurakami)

The way you hold conversations and I notice how my phrases slowly slip into your vocabulary... (@Foggy_Memories)

Don’t you see? You and he may never cross paths again. Of course, a chance meeting could occur, and I hope it happens. I really do. (@_harukimurakami)

I was raised like a forest fire, and I am not done burning you yet. (@distantraine)

Pain is inevitable. Suffering is optional. (@_harukimurakami)

I wanted to begin a new life where I didn’t know a soul, and forget everything. (@_harukimurakami)

RT @desianwar: Don't let your disappointment last more than a day. (@MarissaAnita)

"Tulis buku yg ingin kita baca dan buat lagu yg ingin kita dengar. Itu lebih dari cukup. Kalau orang lain suka, itu bonus." (@deelestari)

You cannot form any kind of change from just expecting. (@_harukimurakami)

But it’s not too late to recover. You’re young, you’re tough. You’re adaptable. You can patch up your wounds, lift up your head and move on. (@_harukimurakami)




I’m scared I’ll never get better again. I’m scared I’ll always stay twisted like this and grow old and waste away. (@_harukimurakami)

I hate how true this is: (@ComedyOrTruth)


She waited for the train to pass. Then she said, “I sometimes think people’s hearts are like deep wells. Nobody knows what’s at the bottom." (@_harukimurakami)

You are afraid of having to shed the armor with which you have long defended yourself. (@_harukimurakami)

**

Credit pictures go to the rightful owners.